Skip to main content

PERINTAH MEMBUNUH OLEH ALLAH

Keluaran 20:13 (TB)  Jangan membunuh. 

Telah lama menjadi pemikiran orang-orang Kristen tentang bagaimana di satu sisi Allah memberi larangan kepada orang Israel lewat Musa pada perintah ke-6 dalam 10 Hukum yaitu “jangan membunuh” tetapi di satu sisi Allah juga “sering” memberi perintah kepada umat-Nya untuk membunuh orang-orang yang menentang Allah.

Pemikiran umumnya bagi yang berpikir secara sederhana bahwa Allah punya 2 sisi sifat yaitu kasih dan adil, itu tidak salah namun akhirnya terbentur kepada kesimpulan yaitu:

Bagaimana mungkin Allah yang memberi perintah jangan membunuh tetapi memerintahkan umat-Nya untuk melanggar apa yang menjadi larangan tersebut, sehingga terjadi kontradiksi perintah dan hukum dari diri seorang Allah? Bukankah Allah berpegang kepada hukum?

Lalu pertanyaan selanjutnya jika Allah menyuruh umat-Nya untuk membantai suatu ras atau suku bangsa tertentu maka sisi kasih Allah terdapat celah yaitu “pilih kasih” atau membeda-bedakan umat manusia dimana Allah sangat mengasihi dunia ini tanpa diskriminasi namun di satu sisi Allah membenci bangsa tertentu sehingga terbentuk pola diskriminasi sehingga muncul istilah “umat pilihan” dan sebagai dampak pemikirannya adalah bangsa-bangsa lain bukanlah umat pilihan dan “tidak dikasihi-Nya”. apakah benar demikian? Bukankah jawabannya adalah BUKAN?! Tetapi bagaimana analisa/penjelasannya?

Ada juga argumen yang mirip mengatakan bahwa  Allah itu seperti Bapa bagi anak-anak-Nya (umat Israel) sehingga apapun yang mengancam mereka seperti halnya Bapa kepada anaknya maka melakukan proteksi atau perlindungan maka perintah membunuh adalah “pengecualian” pada kasus tertentu, ini pun sama saja menjadi sosok Allah yang tidak menganggap bangsa-bangsa lain sebagai anak-anak-Nya pula atau dengan kata lain terjadi diskriminasi dari sosok Allah yang penuh kasih atas seluruh umat manusia namun pilih kasih, inilah bentuk benturan pemikiran yang kontradiktif.

Dan ada tafsiran yang berbeda lagi bahwa Allah di dalam Perjanjian Lama adalah sosok Allah lain yang berbeda dengan sosok Allah Perjanjian baru karena sangat bertolak belakang sifatnya.

PENJELASANNYA
Bagaimana menemukan titik temu antara Allah yang maha kasih namun maha adil tanpa berbenturan dengan hukum dan perintah yang Dia berikan sendiri?

Kita perlu membedakan antara:
Kebenaran Normatif
Kebenaran Universal
Kebenaran Ilahi (Allah)

KEBENARAN NORMATIF
Jenis kebenaran ini dijelaskan sebagai berikut: bahwa kebenaran yang dianut oleh manusia di waktu dan zaman yang berlaku adalah terbatas kepada pemahaman kepercayaan/keyakinan, hukum, norma, tradisi dan budaya dan pola pikir di saat itu.  Jika andaikata di zaman lampau manusia di bumi lazim membunuh untuk menguasai suatu area atau lokasi dan untuk mempertahankan kekuasaannya namun hal itu  tidak bertentangan dengan nilai-nilai di belahan bumi lain yang berlaku karena ada hukum rimba (yang kuat yang berkuasa) dan semua umat manusia melakukannya serta dianggap sebagai bagian dari budaya lazim maka itu disebut kebenaran normatif. Sulit diimajinasikan jika berpatokan dengan kebudayaan modern abad 21 karena semua norma, tradisi, budaya dan hukum di antara dua zaman ini sangatlah berbeda dan bertolak belakang. Kita bisa berkata bahwa kanibalisme adalah biadab dan menentang hukum tetapi itu kan karena kita berpatokan cara berpikir era abad 21 namun jika kita berada di waktu lampau tersebut pandangan kita akan sama sekali berbeda karena memakan manusia adalah sebuah tindakan yang mulia dan bermartabat karena kita bisa menguasai kaum lain. seperti itu kira-kira jika digambarkan definisi tentang kebenaran normatif.

KEBENARAN UNIVERSAL
Nilainya lebih tinggi dari sebelumnya dan mempunyai kekuatan hukum dan sebab-akibat yang diatur dan diyakini secara global serta mengadopsi nilai-nilai “berdasarkan perjanjian atau konsensus bersama” bangsa-bangsa di dunia dimana menjadi perbedaan dengan kebenaran normatif yang dijelaskan di atas karena “tidak bertindak” berdasarkan konsensus atau perjanjian dan hukum global.

Walaupun mempunyai nilai lebih tinggi dari sebelumnya namun dalam penerapannya  kebenaran normatif masih berlaku karena faktor budaya, adat-istiadat, pakem/keyakinan, ideologi komunitas masih melekat kuat di dalam setiap suku bangsa yang beragam. contoh yang mudah adalah sebagai berikut: Hukum HAM adalah kebenaran universal karena menaikkan martabat atau derajat kemanusiaan, walaupun mempunyai nilai-nilai yang sangat tinggi dan menjunjung kemanusiaan namun implementasinya setiap suku bangsa masih tetap melakukan perbudakan manusia, pembunuhan, genosida, teror, diskriminasi dan perlakuan rendah kaum perempuan dan anak, serta lainnya. Perbuatan-perbuatan seperti di atas mempunyai banyak faktor seperti: ideologi, keyakinan/ajaran, prinsip, tradisi/budaya, bahkan hanya sekedar nafsu belaka.

Sampai di abad 21 ini masih terjadi tarik menarik antara kebenaran normatif dan kebenaran universal.

KEBENARAN ILAHI
Di atas segala sesuatu, di atas segala ciptaan, di atas hukum apapun yang dibentuk oleh manusia terdapat kebenaran ilahi/Allah.

Kebenaran ini tidak dipengaruhi atau terpengaruh oleh apapun dan siapapun karena Allah yang empunya kebenaran ini.  Apakah itu kebenaran ilahi ini? Adalah hukum dan sebab akibat yang diberikan kepada seluruh ciptaan secara “satu arah” dengan atau tanpa perjanjian dari Tuhan untuk ditaati dengan wajib dan mempunyai kekuatan hukum serta larangan bagi yang melanggar dan upah atau reward bagi yang mengikutinya.

Sekilas terjadi kemiripan antara kebenaran universal dengan kebenaran ilahi tetapi jika diikuti dengan seksama maka adanya perbedaan. Letak perbedaannya adalah kebenaran universal hanya menetapkan nilai-nilai kemanusiaan secara global sampai menuju keluhuran moral namun dalam kebenaran ilahi, Allah menetapkan bagaimana manusia harus mempunyai hubungan dengan Allah (contoh: ritual ibadah) karena letak pemberian hukum dan sebab akibat ditentukan dari bagaimana kualitas “hubungan” keduanya ini.

BAGAIMANA HUBUNGAN KETIGA JENIS KEBENARAN INI?
Di dalam hubungan dan interaksi satu sama lain tetap terjadi kekuatan tarik menarik diantaranya sehingga ini yang menyebabkan kekacauan yang bersifat dinamis dan progresif dimana masing-masing kebenaran berketetapan harus tetap eksis dan berlaku di dalam satu dunia manusia. Tetapi dalam sejarah perjalanan umat manusia selalu akan berproses dan berevolusi setingkat demi setingkat mengikuti kebenaran yang tertinggi tergantung level pemahaman dan konsep kebenaran yang dianutnya.

Kebenaran normatif yang buruk sedikit demi sedikit akan ditinggalkan dan menyisakan kebenaran normatif yang baik, dari peninggalan-peninggalan atau residu kebenaran normatif yang baik ini maka muncul sebuah kebenaran universal yaitu berupa kumpulan atau kompilasi serbuk atau intisari dari kebenaran normatif yang baik yang diadopsi menjadi hukum secara global dan diakui sebagai kebenaran yang berlaku bagi manusia dan ciptaan duniawi lainnya (kasih, kebaikan, damai, keadilan sosial, kepedulian, welas asih dll).

Munculnya kebenaran universal ini tidak terlepas dari peran kebenaran ilahi yang “menuntun” umat manusia terus kepada keluhuran moral dan derajatnya namun tujuan akhir dari ini semua adalah manusia bisa mengenal kebenaran ilahi sebagai patokan tertinggi di dalam alam semesta.

Namun seiring perjalanan waktu akan terjadi benturan antara ketiganya ini.  

Ketika suatu ras manusia di zaman lampau memerangi ras manusia lainnya dan menang adalah sebagai bentuk dominasi kekuatan rasnya dan dianggap sebagai “bukti” hadiah dari para ilah kepada mereka maka hal ini menjadi kebenaran normatif menurut semua kaum dan bangsa bahkan umat Ibrani kuno (cikal bakal orang Israel) juga mengalami situasi seperti ini dimana mereka harus mempertahankan eksistensi mereka di dalam dunia yang barbar dan kejam.

Sekarang kita masuk ke dalam poin masalahnya.

APAKAH ALLAH ORANG ISRAEL KUNO DI DALAM PERJANJIAN LAMA ADALAH KEJAM?

Allah yang kejam?? hmmmm ini cukup terdengar aneh namun memang tertulis dalam kitab suci sejarah Allah beberapa kali memerintahkan umat-Nya untuk membunuh manusia lain dan bahkan melakukan genosida sehingga membentuk opini demikian.

Yang perlu diketahui bahwa Allah itu perlu untuk “menerapkan” kebenaran ilahi-Nya di sepanjang zaman “tanpa melanggar” hukum dan kebenaran yang berlaku di bumi.

Berbagai ras di waktu lampau dalam mematok area kekuasaan harus berurusan dengan peperangan bahkan sampai hari Ini masih terjadi demikian.  Di waktu lampau semua hasil dominasi itu selalu dikaitkan dengan “kekuatan tinggi” atau sebutlah para ilah atau dewa. Jika menang perang maka dianggap dewa mereka berpihak kepada mereka  dan telah memberi kemenangan tetapi jika sebaliknya jika kalah perang maka dewa tidak berpihak kepada mereka atau dewa mereka “kalah” kuasanya atau berada dibawah otoritasnya dibandingkan dengan dewa/ilah musuh mereka. Itulah anggapan kebenaran normatif “di zaman itu”.

Ketika Allah memberi sepuluh perintah lewat Musa dan di salah satu perintah tercantum “jangan membunuh” maka itu adalah kebenaran ilahi dan sekaligus “akan” menjadi acuan atau prototype hukum baru atau kebenaran universal yang lebih tinggi dari kebenaran normatif di zaman tersebut. Tetapi dalam prakteknya Allah harus berurusan dengan kebenaran normatif dan berbenturan dengan nilai-nilai yang salah sehingga Allah perlu untuk menunjukkan superioritas diri-Nya dibandingkan para ilah bangsa-bangsa lewat orang Ibrani kuno atau kaum Israel dengan cara memerangi dan mengalahkan bangsa-bangsa lain karena cara ekspansi bangsa lain tersebut adalah kejam dan senantiasa menumpahkan darah maka Allah perlu merombak hukum kebenaran normatif tersebut dengan acuan Taurat dimana nilainya lebih tinggi.

Tetapi apakah Allah tetap bertindak kejam dengan cara seperti itu? Kejam itu relatif karena kita selalu membandingkan dengan pola pemahaman kita di abad 21 ini, tulisan di atas sebelumnya menjelaskan tentang bagaimana tindakan kejam bangsa-bangsa dimana itu menjadi sebuah “kehormatan” (mungkin yang suka menonton film perang bernuansa  epic kolosal akan paham maksud kehormatan dalam penumpahan darah) bahkan mereka akan menyatakan rasa tunduk dan hormat kepada ilah/dewa yang telah mengalahkan mereka. Hanya dengan cara itu Allah di dalam PL bertindak “tanpa” melanggar kebenaran normatif manusia di zamannya tetapi di saat yang sama menunjukkan hukum yang lebih tinggi melampaui zaman itu. Jadi apa yang dianggap kejam di zaman sekarang justru hal itu adalah sebuah kehormatan dimana ilah yang lebih tinggi bisa menjadi ilah mereka juga.

WAJAH ALLAH YANG BERBEDA DI ZAMAN YESUS
Sebenarnya tidak ada yang berubah dari Allah namun standar kebenaran baik itu normatif dan universal sudah “pas dan cocok bahkan ideal” sekali untuk Allah menunjukkan jatidiri sebagai Bapa di dalam diri Yesus  dibandingkan Allah sebagai penguasa di dalam PL.

Zaman yang tidak berjauhan pada sebelum Masehi sudah banyak filsuf dari berbagai negara yang menyatakan bahwa dunia perlu lebih baik dengan damai, kasih dan tanpa perang. Sebut saja Siddartha Gautama (Buddha), Yoga Patanjali yang memperkenalkan ajaran Yoga dalam Hindu ( dan masih banyak lagi. Mereka ini menjadi bagian dari kebenaran universal yang memperkenalkan budaya kebenaran normatif yang baik sehingga apabila ada perang yang menciptakan kesengsaraan bagi ciptaan lain yang mengatasnamakan agama maka agama tersebut berada di bawah level kebenaran yang mereka anut.

Yesus tahu bahwa kebenaran normatif mata ganti mata dan gigi ganti gigi adalah sudah seharusnya ditinggalkan oleh kaum Yahudi di zaman itu, mereka telah ketinggalan zaman yang seharusnya menganut kebenaran yang lebih tinggi yaitu KASIH. Maka dari itu Yesus dalam misinya tidak menumpahkan darah sebagaimana nabi-nabi atau raja-raja Israel sebelumnya karena tugas Dia adalah menyebarkan nilai-nilai kebenaran ilahi yang “sudah mulai” diadopsi oleh kaum bangsa diluar Israel.

Allah sekali lagi berurusan sengan manusia tanpa berbenturan dengan nilai-nilai kebenaran normatif dan kebenaran universal pada relevansi zaman yang berlaku.

AKHIR
Seharusnya sudah tidak berdengung kembali perang dengan mengatasnamakan agama karena kita sudah masuk ke dalam bagian penting dari nilai kebenaran ilahi itu sendiri yaitu KASIH dan nilai ini telah menjadi bagian kebenaran normatif dan kebenaran universal saat ini. Jika masih ada perang mengatasnamakan agama maka mereka mengadopsi sebuah kebenaran normatif yang sudah lama sekali ditinggalkan oleh umat manusia.

Semoga tulisan ini bisa sebagai alternatif bagi mereka yang masih tidak mempunyai jawaban mengapa Allah di masa lampau itu kejam namun juga mengasihi semua umat manusia tanpa terkecuali.

Comments

Popular posts from this blog

INTI SEDERHANA DIBALIK DARI TAURAT

Taurat muncul sebagai "penuntun" kepada orang Israel pada saat itu karena "sebelumnya" Musa "seorang diri" harus mengadili tiap2 perkara di hadapan orang2 Israel jika terjadi sebuah pelanggaran dan pekerjaan seperti ini sangat melelahkan baik kepada Musa maupun kepada segenap bangsa Israel karena mereka bisa dari pagi hingga petang menunggu keputusan Musa atas tiap2 perkara dan lagipula tidak adanya hukum tertulis di waktu itu menjadikan Musa tiap kali mendapati suatu perkara harus menghadap Allah untuk menanyakan petunjukNya (Keluaran 18). Lalu Allah memberikan perintah dan perjanjian agar ditaati oleh segenap bangsa tsb dan disinilah muncul 10 Hukum tsb (Keluaran 19-20). Taurat berbicara tentang sebab dan akibat dalam pemahaman sederhananya begini: Jika kita melakukan ini maka akibatnya ini jika melakukan itu maka akibatnya itu. Perlu dipahami bahwa hukum ini didasarkan oleh karena "Kasih". mata ganti mata, gigi ganti gigi pada awal mulany